Terapeutik cycle
merupakan pengembanga sistem dari Drug Management Cycle. Oleh karena itu
penjelasan mengenai terapeutic cycle ini tidak jauh berbeda dengan Drug
Management cycle. Sama hal dengan Drug Management Cycle, pada terpautic cycle
juga memiliki policy and legal framework yang merupakan suatu sistem kebijakan
yang diatur oleh undang-undang yang menjadi dasar atau acuan untuk melakukan
kegiatan kefarmasian.
Kegiatan yang dilakukan dimulai dari dispensing yaitu suatu
proses sejak penerimaan resep sampai pemberian informasi
yang cukup, monitoring selama pasien menggunakan obat dan evaluasi kelengkapan dari resep tersebut (skrining resep), kemudian apoteker merekomendasikan resep tersebut
untuk diformulasi oleh karena itu dibutuhkan keterampilan
dalam pemilihan obat-obatan yang akan digunakan. Selain itu dalam mengelola persediaan
obat di rumah sakit, diperlukan suatu perencanaan agar penggunaan obat sesuai denga kebutuhan.Biasanya terdiri dari perencanaan tahunan ataupun
membuat perencanaan 3 bulanan (tender) kemudian dilakukan pengadaan obat yang mana nantinya prosedur ini obatnya dapat dibeli
ataupun dibuat sendiri.
Jika stok atau
persediaan obat berkurang (tidak
memenuhi stok yang diharapkan) atau bahkan habis, maka apoteker akan mengeluarkan Surat Pesanan ke PBFuntuk
mendapatkan persediaan obat, hal ini termasuk dalam proses penerimaan
obat-obat. Barang atau obat-obatan yang telah diterima kemudian disimpan
di gudang farmasi yang
nantinya akan didistribusikan ke berbagai tempat,
seperti ruang rawat inap, rawat jalan, ruang UGD pelayanan farmasi dan
lain-lain. jika obat yang ada sudah rusak atau
masa Expire Date telah dekat
(biasanya 3 bulan sebelum ED) maka
harus dilakukan pemusnahan agar
tidak digunakan. Semua
kegiatan di atas mulai dari proses dispensing sampai dengan proses pemusnahan
dilakukan dengan pengawasan, pencatatan,
pelaporan dan pengendalian oleh lembaga yang berwenang sesuai dengan
kebijakan perundang-undangan. Oleh karena itu, dalam melakukan proses
terapeutic cycle ini diperlukan manajemen
pendukung yang meliputi
organisasi, financial yang memadai, informasi yang terbaru dalam dunia
kesehatan dan yang paling penting yaitu manusia yang bersumber daya.
Perlu
diketahui bahwa dalam proses pemilihan obat dilakukan oleh PFT (Panitia Farmasi dan
Terapeutik), anggota dari
PFT yaitu dokter, farmasis, perawat dan staf. PFT bertanggung jawab untuk
merapatkan obat-obat yang akan digunakan di rumah sakit dengan membuat
formularium, yaitu dokumen yang berisi kumpulan produk obat disertai informasi
tambahan penting mengenai penggunaan obat tersebut, kebijakan dan prosedur
terkait dengan obat tersebut yang relevan dengan rumah sakit yang secara
terus-menerus direvisi agar selalu akomodity untuk kepentingan penderita dan
staf professional rumah sakit. Farmakope Indonesia dan buku standar lain yang
ditetapkan PFT merupakan dasar acuan yang baik untuk menetapkan spesifikasi
sediaan obat. Di samping itu, juga harus ada criteria untuk mengevaluasi
keberterimaan (aseptabilitas) pemanufaktur dan distributor. Dengan pengadaan formularium,
PFT memberikan pedoman untuk pemilihan obat. Namun, dengan pengetahuannya yang
cermat, apoteker harus mempunyai wewenang menolak suatu sediaan obat atau
pemasok tertentu.
Selain
itu dalam proses perencanaan ada 3 metode yang bisa kita lakukan yaitu:
1.
Metode
konsumsi
Perhitungan kebutuhan didasarkan pada data real
konsumsi obat periode yang lalu, dengan berbagai penyesuaian dan koreksi.
Langkah-langkah:
§
lakukan
estimasi
§
estimasi
jumlah kebutuhan periode mendatang
§
penerapan
kebutuhan
Rumus:
CT = (CA x T) + SS – sisa stock
Keterangan:
CT = kebutuhan per periode waktu
CA = kebutuhan rata-rata waktu (bulan)
T = lama kebutuhan (bulan/tahunan)
SS = safety stock
Keuntungan metode konsumsi:
Ø mudah dan sederhana
Kerugian
metode konsumsi:
ü
tidak
memungkinkan untuk program pengembangan rumah sakit
ü
tidak
sesuai apabila ada penyakit yang mewabah tidak terduga
ü
stock
macet
2. Metode epidemiologi
Perhitungan kebutuhan berdasarkan morbiditas atau pola
penyakit.
Langkah-langkah:
§
susun
daftar masalah kesehatan atau penyakit utama yang terjadi
§
lakukan
pengelompokan pasien
§
tentukan
frekuensi tiap penyakit per tahun/per periode
§
susun
standar terapi rata-rata
§
estimasikan
tipe dan frekuensi
§
susun
daftar obat yang dikuantifikasikan
Rumus:
CT = (CE x T) + SS – sisa stock
Keterangan:
CE = jumlah pasien
Keuntungan metode epidemiologi:
Ø
memungkinkan
untuk pelaksanaan pengembangan rumah sakit
Ø
mendorong
pencatatan epidemiologi secara akurat
Kekurangannya:
ü
rumit
dan membutuhkan tenaga ahli
ü
pola
penyakit tidak selalu sama
ü
obat
macet
3. Metode
kombinasi (konsumsi dan epidemiologi)
Perhitungan kebutuhan yang sudah mempunyai data
konsumsi yang jelas, namun kasus penyakit cenderung berubah (naik atau turun).
Keuntungan metode kombinasi:
Ø
untuk
kasus penyakit yang cenderung berubah
Kekurangannya:
ü
rumit
ü
obat
macet
Jika dana kurang, maka yang dilakukan adalah dengan
menentukan prioritas pemilihan obat dengan kombinasi analisa VEN(
Vital, Esensial dan Non-esensial),
PUT
(Prioritas, Utama dan Tambahan)
dan ABC (pareto).
Jadi, dari ringkasan di
atas dapat kita simpulkan bahwa baik Drug Management Cycle maupun terapeutic cycle rumah sakit akan
berjalan dengan lancar dan baik jika didukung oleh manajemen pendukung yang baik pula, mulai
dari struktur organisasi, bagian keuangan, sistem informasi dan sumber daya
manusia yang bersumber daya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar